BPJS Kesehatan adalah salah satu program pemerintah yang menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi masyarakat. Saat sakit dan diharuskan rawat inap, peserta BPJS Kesehatan akan mendapatkan layanan sesuai dengan kelas masing-masing. Namun demikian, muncul anggapan di media sosial bahwa rawat inap pasien BPJS Kesehatan hanya dibatasi selama tiga hari.
Lebih dari itu, baik telah dinyatakan sembuh maupun tidak, maka harus mengemasi barang dan pulang ke kediaman pasien. "Min apa ada aturan baru BPJS opname maximal 3 hari? Keponakanku umur 3 tahun belum sembuh sudah disuruh pulang," pertanyaan warganet Twitter kepada akun BPJS Kesehatan, Rabu (15/2/2023). "Pasien BPJS terutama di RS swasta cuma dibatasai 3 hari rawat inap setelah 3 hari disuruh pulang walau belum sembuh," tulis warganet lain, Selasa (7/2/2023).
Lalu, benarkah pasien BPJS Kesehatan hanya bisa rawat inap maksimal tiga hari?
Tidak ada durasi maksimal rawat inap Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti menegaskan, BPJS Kesehatan tidak membatasi durasi rawat inap peserta. "Itu perlu diluruskan karena menurut aturan dan kebijakan dari BPJS Kesehatan tidak ada dibatasi perawatan hanya tiga hari," kata dia dalam rilis yang diterima Kompas.com, Kamis (16/2/2023). Oleh karena itu, kata Ali, lamanya rawat inap bergantung pada dokter yang bertanggung jawab.
Apabila dokter menyatakan pasien BPJS Kesehatan sudah layak atau terkendali penyakitnya, maka barulah boleh dipulangkan. Senada, anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien menjelaskan, durasi rawat inap menyesuaikan kebutuhan medis peserta BPJS Kesehatan. "Yang menentukan dan tahu kondisi pasien sembuh atau bisa pulang tergantung kepada dokter penanggung jawab pasien," ujar Muttaqien, terpisah Menurut dia, dalam kenyataannya, banyak pasien yang hanya menjalani rawat inap kurang dari tiga hari. Namun, ada pula pasien BPJS Kesehatan yang dirawat lebih dari tiga hari. "Sangat tergantung pada kondisi pasien menurut penilaian dokter," ungkapnya.
Sanksi bagi faskes yang melanggar Muttaqien menambahkan, rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) yang melanggar perjanjian kerja sama dengan BPJS Kesehatan akan dilakukan penindakan. Penindakan tersebut bisa berupa teguran lisan, teguran tertulis, perintah pengembalian kerugian kepada pihak yang dirugikan, sampai pemutusan kerja sama. Menurut dia, BPJS Kesehatan harus terus mengembangkan sistem utilisasi ulasan atau review di tim kendali mutu dan kendali biaya. Bukan hanya itu, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini juga perlu mengembangkan sistem pencegahan fraud (penipuan) sampai ke artificial intelligence.
"(Tujuannya) untuk mendeteksi potensi fraud di faskes, terlebih jika menemukan data yang mencurigakan, termasuk misalnya kasus masa rawat inap di suatu faskes," terang dia.
Adapun bagi peserta yang merasa dirugikan, dapat langsung melapor atau mengadu ke kanal resmi BPJS Kesehatan. Hal tersebut sebagaimana disampaikan Asisten Deputi Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan, Agustian Fardianto, saat dihubungi Kompas.com, Kamis. "Apabila peserta JKN memerlukan informasi atau hendak menyampaikan pengaduan, kami telah menyediakan petugas BPJS SATU! di rumah sakit, BPJS Kesehatan Care Center 165, dan aplikasi Mobile JKN," ungkapnya.