*Gunung Lewotobi Laki-laki Dua Kali Meletus Pagi Ini, Warga Pasrah

gunung

KODEMIMPI - Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali meletus pada Sabtu (7/9/2024) pagi.

Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Lewotobi Laki-laki mencatat, sejak pukul 06.00 Wita-07.00 Wita gunung itu meletus dua kali.

Letusan pertama terjadi pukul 06.44 Wita dengan tinggi kolom abu lebih kurang 500 meter di atas puncak sekitar 2.084 meter di atas permukaan laut.

Kolom abu berwarna kelabu dengan intensitas sedang condong ke arah barat daya.

"Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 8.1 mm dan durasi lebih kurang 1 menit 28 detik," ujar Kepala PGA Lewotobi Laki-laki, Herman Yosef Mboro, Selasa.

Herman melanjutkan gunung api setinggi 1.584 meter dari permukaan laut (mdpl) kembali meletus pada pukul 06.47 Wita.

Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 9.6 mm dan durasi lebih kurang 7 menit 11 detik.

Tinggi kolom abu teramati sekitar 800 meter di atas puncak sekitar 2.384 meter di atas permukaan laut.

"Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah barat daya," kata dia.

Herman mengimbau masyarakat yang terdampak hujan abu mengenakan masker atau pelindung untk menghindari bahaya abu vulkanik.

  • Warga Pasrah

Magdalena Tuto, warga Desa Hokeng Jaya mengaku pasrah dengan kondisi yang mereka alami.

Dia mengungkapkan hampir setiap hari gunung itu meletus disertai hujan abu dengan intensitas tebal.

Wilayah yang terdampak tidak hanya Hokeng Jaya, tetapi juga desa lain seperti Nawakote, Klatanlo, Boru, Buru Kedang, dan Dulipali.

"Erupsinya kadang pagi, kadang siang. Adakalanya di malam hari. Setiap kali meletus pasti terjadi hujan abu vulkanik. Kami pasrah dengan keadaan ini," ujar Magdalena.

Dia menjelaskan abu vulkanik tidak saja berdampak bagi kesehatan, tetapi perekonomian warga. Tanaman seperti kakao dan kemiri tidak bisa dipanen karena tercemar abu vulkanik.

Warga lain, Rosalia Oca mengungkapkan hal serupa. Oca menerangkan hampir delapan bulan lebih wilayah mereka terdampak erupsi.

Kondisi menyebab atap rumah bocor karena tidak mampu menampung abu dan pasir vulkanik.

Di satu sisi, kata Oca, mereka cemas. Namun disisi lain, mereka hanya bisa pasrah dengan keadaan.

"Kami hanya bisa pasrah sembari berharap erupsi ini segera berakhir," pungkasnya.